Kamis, 11 Desember 2014

Riuh

Kita tak usah bicara
Bagiku, ingat namamu saja sudah terlalu riuh kepalaku
Seperti pasar
Seperti tempat pelelangan ikan


-Saya pasti pulang-

Selasa, 09 Desember 2014

Kangen teman saya #3

Kemana kata? Kemana kata-kata?
Bagaimana aku merangkai sedang tak ada

Aku kangen.

Itu saja kata yang berhasil aku temukan sepanjang aku menyusuri jalanan hingga pegal sore tadi.

-Saya pasti pulang-

Sebelum 2014 Berlalu

Waktu masih jadi operator warnet jaman dulu kala, sering banget denger lagu ini pas lagi hits-hits nya. Pagi ini nggak sengaja nemu. Kan biasa, sebelum kerja, ubek-ubek youtube dulu supaya semangat. 

-Saya pasti pulang-

Minggu, 23 November 2014

Oseng oseng kulit melinjo

Mungkin agak jarang ya yang tahu oseng-oseng kulit melinjo. Tapi kalo asli orang wetan sebagian besar pasti tahu yang namanya oseng-oseng kulit melinjo. 

Makanan ini tuh enak banget menurut saya. Rasa kasar kulit melinjo bersatu dengan kuah oseng-osengnya yang pedas, wih enak enak enak. Apalagi dimakan sama nasi panas, dan kerupuk. Nyum nyum..

Yang ngaku suka kuliner, harus coba!

-Saya pasti pulang-

Rabu, 19 November 2014

Kangen teman saya #2

Galaunya udahan ah. Yang sudah berlalu biarkan berlalu, nanti juga lewat lagi (emang angkot). Memang nggak enak putus pertemanan.  Apalagi sadar diputuskannya telat. Kok bisa? 

Jadi ceritanya begini. Teman saya ini (maaf *mantan teman), sekitar setahunan yang lalu jadi jarang balas sms, ditelpon pun nggak pernah diangkat, ditag gambar di facebook no comment, di komentarin statusnya diacuhin (padahal yang lain nggak lho). 

Kata suami, mungkin pikiran saya yang terlalu negatif, kotor, ngeres, sadis, jahat, ah pokoknya angkara murka. Okelah saya coba melambatkan ritme. Mau nggak balas sms, monggo. Mau nomornya ganti, monggo. Pokoknya saya coba tahan diri buat nggak protes sama Teman saya ini (maaf *mantan teman). 

Tahu nggak? Tahan diri bagi saya itu seperti pengen kentut tapi banyak orang. Susah!

Dan! Disuatu siang yang nggak ada kerjaan, iseng-iseng liat dia update status di facebook, saya baca timeline nya. Dari atas ke bawah. Ke atas lagi. Ke bawah lagi. Pokoknya tu scroll mouse sampe minta ampun saking pusingnya. 

Jreng jreeeng.. di beberapa pembicaraan dengan teman dia, saya bisa ambil kesimpulan bahwa :
1. Dia anggap saya jahat
2. Dia anggap saya menganggu keanggunan dia
3. Dia bilang saya sudah dianggap sodara tapi kok malah *begituin dia

*begituin gimana saya nggak mau mereka-reka 

Saya nggak sakit hati sih dia bilang begitu. Perasaan saya ke dia itu, sayang banget sampe nggak perlu diungkapkan. Seperti saya sayang kakak-kakak saya, saya juga nggak pernah bilang kalo saya sayang mereka, kalo saya bilang mungkin mereka pikir saya mau mati besok.

Saya nggak bilang juga kalo saya nggak punya salah. Pernyataan dia yang pertama itu betul. Saya memang jahat. Saya egois selalu menceritakan masalah ke dia tanpa tahu dia juga punya masalah. Saya mengatur dia seolah saya ibunya (mengatur diri sendiri saja saya tak becus, betul?), Bahkan saya pernah membombardir cowok yang sedang dekat dengan dia hanya karena si cowok punya masalah sama saya (yang ini ceritanya panjang). Saya jahat? BETUL!

Poin kedua, saya menganggu keanggunan dia. Sepertinya juga betul. Jika dari dulu saya nggak deket-deket dia, dia mungkin nggak akan kena kesialan apapun. Akan hidup bahagia, sejahtera, sehat, aman, sentosa.

Poin yang ketiga, yang ini betul juga.

Baiklah. Setelah saya pikir, saya telaah, saya pikir lagi, saya telaah lagi. Selama seminggu lamanya, saya pikir saya nggak bisa menahan seseorang hanya karena saya butuh, sedangkan dia tidak butuh. Saya pikir saya nggak bisa memaksa seseorang sayang saya hanya karena saya sayang dia, Saya pikir saya tidak bisa memberi cap "sahabat" pada seseorang padahal dia anggap teman pun tidak. Ya sudahlah.

Saya juga nggak berminat mencari sahabat lain selain dia. Bagi saya sahabat tidak dalam daftar rencana. Ia dituntun Tuhan mencari muaranya sendiri. Lagipula tak semua makhluk mengerti, Tuhan menciptakan saya dalam keadaan aneh yang berkepanjangan. Kadang otak saya tidak sinkron dengan manusia normal pada umumnya. Ia berlari-lari sendiri, bermain dengan pongah, berhenti ketika lelah.

Saya sedih sebenarnya. Jauh lebih sedih dari patah hati karena putus cinta (*ehm). Sedih sampai tidak bisa menangis. Sedih sampai hembusan nafas yang kubuang dalam dalam pun rasanya tidak bisa mendamaikan. Tapi yah, saya pikir ini juga masih dalam satu rentetan rencana Tuhan, pelajaran bagi saya, bahwa tak segala hal bisa dipaksa. 

Semoga mantan teman saya itu menemukan bahagianya, sehat selalu, lancar segala-galanya.

-Saya pasti pulang-

Minggu, 16 November 2014

Kangen teman saya

Teman, usir saya jauh pergi. karena saya mungkin tak terlalu tahu caranya berpamitan. yang saya tahu, ketika saya baru saja mulai berkata, nafas saya sudah sesak, konsentrasi saya tak tahu lagi pada yang mana, bagaimana menyelesaikan kata atau bagaimana menyembunyikan air mata. 

-Saya pasti pulang-

Selasa, 02 September 2014

Kurang melihat dunia

Barusan nemuin facebooknya temen lama. Lamaaaa banget. Terakhir ketemu dalam kondisi yang mencekam. Heheh.. lebay ya. Ya menurut saya cukup mencekam, terakhir saya kerumahnya, dia nggak mau nemuin saya. Padahal saya dan dia jarang banget ketemu. Sekalinya ketemu pas lebaran dia malah nggak mau nemuin saya. 

Bla bla bla... (Ceritanya beberapa tahun kemudian)

Saya beranikan diri kirim pesan ke FB dia. Dia balas lho. Panjang lebar. Yang intinya dia minta maaf terakhir kali ketemu nggak mau nemuin karena dia lagi ngambek berat hubungannya sama si pacar nggak direstuin orang tua. Sekarang dia sudah nikah dan tinggal di Jogja (Lho, yang bagian ini kan cita-cita saya kenapa terwujudnya ke dia? Hehe). 

Sesaat setelah saya baca pesan dia yang panjang lebar, saya agak "kehilangan" sesuatu yang keciiiill, yang sembunyi dalam hati yang pualing dalam. Saya merindukan sesuatu. Saya melewatkan sesuatu rupanya. Melewatkan indahnya dunia setelah ketemu dunia yang juga indah (dunia bersama keluarga saya). 

Saya mungkin tak bisa punya waktu luang lagi sekarang untuk melihat dunia. Waktu saya habis bis bis bis sampai ke dasarnya (Bahkan suami saya bilang, kiki buat ngupil aja kayaknya nggak sempat, hahaha). Ya, saya tak akan sempat lagi melihat dunia sendirian seperti waktu dulu. Tapi mungkin jika saya bawa serta keluarga saya melihat dunia, mendengarkan angin, merenungi sore, bersama-sama, itu sangat bisa. 

-Saya pasti pulang-

Senin, 01 September 2014

Menghargai pekerjaan

kemarin nganter suami motong celana jeans barunya. Maklum ye, keluarga mini. Nggak saya nggak suami, kalo beli celana pasti langsung potong.

Letak tukang potong celana jeans nya itu diemperan toko. Ditrotoar. Persis didepan troroar itu jalan besar (iyalah), jalur pantura. Mesin jahitnya udah reyot. Tempat benangnya berdebu, kayaknya cukup tu debu buat tayamum satu kampung.

Tapi bukan itu poin yang akan saya ceritakan. Poinnya disini justru adalah tukang jahitnya itu sendiri. Diantara setumpuk peralatan lapuknya, dia terlihat sangat mencolok dengan jam tangan warna emas, baju olah raga merah yang dimasukan kedalam celana jeans. Dan tentu ikat pinggang mengkilap lap lap. Jangan ketinggalan, sepatu pantofel yang bersih tanpa setitik nodapun. 

Saya rasa banyak orang mensyukuri pekerjaan. Dengan cara jadi pekerja yang loyal misalnya. Tapi hanya sedikit orang yang menghargai pekerjaan seperti bapak tukang jahit ini. 

Padahal bapak tukang jahit ini ada di emperan, siapa yang akan ketemu dengan dia? selain ibu-ibu yang beli celana di pasar kebesaran (kan nggak mungkin bupati permak jeans disini), siapa yang akan mecat dia kalo nggak pake baju rapi? nggak ada! 

Ya.. ya.. saya jadi malu sama bapak itu. Tas mahal (menurut kelas saya), sepatu mahal (menurut dompet saya), tapi seragam belepotan. Saya berpikir selama ini yang penting adalah kemampuan, kemampuan, kemampuan. Bukan bagaimana saya terlihat. Saya lupa bagaimana menghargai pekerjaan saya.


-Saya pasti pulang-

Rabu, 23 April 2014

Sekarang kita tahu Satu mirip siapa

 Mama, look, this is my 1st exe.


Baca koran dulu, biar update berita.


















-Saya pasti pulang-

Memanfaatkan kertas bekas

Dikantor, banyak sekali kertas nggak terpakai. Bekas ngeprint yang salah-salah. Biasanya sih dikiloin. Tapi kok lama-lama sayang ya. Dikiloin aja sekilonya cuma 2000 perak. 

Saya ingat ayah saya dulu sering buat amplop dari kertas bekas nggak terpakai. Maka saya coba buat. Dan yeah, hasilnya tidak mengecewakan. Bisa dipakai buat gajian si embaknya Satu. Malah kalo diberi hiasan dengan printing bisa buat kondangan dan beda sendiri tentunya. 

 


-Saya pasti pulang-

Mahabarata

Biasanya saya nggak suka nonton tontonan semacam ini. Apalagi ini dari india. Mungkin juga karena pas jam segitu menurut saya nggak ada acara bagus. Akhirnya saya nonton drama ini. Awalnya membosankan ya. Ini cerita kesannya memang sengaja dibikin panjaaaangg. Tapi karena ceritanya bagus, akhirnya saya malah kecanduan. Setiap jam setengah 9 malam langsung mantengin ANTV. Dan, nggak ada iklannya sama sekali selama setengah jam durasi film!

-Saya pasti pulang-

DCIM

Pernah bertanya-tanya kenapa dalam folder HP atau kamera digital, folder berisi hasil jepretan kamera masuk ke dalam folder DCIM? 

Apa itu DCIM? Kepanjangan dari apa? DCIM adalah singkatan dari Digital Camera Images, menurut wikipedia.

-Saya pasti pulang-

Selasa, 22 April 2014

Cara hapus blog

Daripada blog dihambur-hamburkan percuma, mending sebelum ditinggal pergi kita hapus saja blog kita. Iya donk, lain hari kalo tulisan kita yang masih alay ditemukan teman sedangkan kita sudah lupa email dan passwordnya kan bisa gawat. Malunya mendarah daging! Lebay Kie! Em!'

Oke, here we go.
1. Buka blog seperti biasa.

2. Masuk ke menu, kemudian pilih setelan.











3. Oke, sekarang alihkan pandangan ke sebelah kiri blog, pilih yang paling bawah, menu lainnya
 














4. Nah itu dia, hapus blog.












5. Taraaaa... hilanglah blog itu dari muka bumi.



-Saya pasti pulang-

Senin, 21 April 2014

PEREMPUAN DAN SENJA



PEREMPUAN DAN SENJA


Pukul 07.00 pagi, aktivitas rutin Nugi berangkat ke kantor dengan kereta api. Orang tua yang duduk disamping Nugi bicara pada temannya.
“Perempuan jaman sekarang, maunya kerja biar dibilang keren, biar dibilang emansipasi, padahal anaknya dirumah terbengkalai”
“Iya, lagian mau seberapa banyak uang dicari ya?” temannya menimpali.
Nugi menelan ludah.
“Bukan! Saya tidak ingin, bukan saya yang ingin bekerja” tapi sayangnya jawaban itu hanya bisa terlontar dalam hati saja. Nugi menelan ludah, lagi.
Pukul 13.30 wib saat Nugi memandang jam dinding diruangannya. Terbesit keinginan untuk menelephone Satu, sang buah hati tercinta yang saat ini entah sedang apa. Tapi ah.. membayangkan mendengar suaranya saja sudah membuat jantung Nugi berdebar lebih kencang, apalagi benar-benar mendengar suaranya, tak terbayangkan. Hal itu akan membuat sayatan yang jauh lebih dalam daripada melihat Satu menangis meraung-raung saat pagi tadi ia pamit berangkat.
Pikiran Nugi melayang-layang, seandainya dirinya sekarang tengah berada dirumah, menyuapi makan siang untuk anaknya, melihat Satu tertawa atau bahkan menangis, menggantikan popoknya atau sekedar menyanyikan lagu anak-anak kesukaan Satu. Kerepotan yang ia rindukan. Bukannya malah mengurusi setumpuk kertas, mengangkat telephone yang berisik, berhaha hihi yang mereka sebut sosialisasi. Sudah.  Nugi mengakhiri khayalannya sendiri. Air matanya sudah nyaris luber.
“Gi, makan siang yuk” kepala Tantri nongol dipintu ruangan Nugi
“Duluan deh, ada kerjaan nih” Nugi mengelak, tersenyum manis
“Iya dehh.. yang baru dipromosiin” Tantri tertawa
Nugi hanya tersenyum.

Iya, baru sebulan lalu Nugi dipromosikan untuk naik jabatan. Hanya dalam waktu 1 tahun Nugi sudah naik jabatan. Semua orang tidak heran. Apalagi Tantri yang merupakan teman SMA Nugi. Sejak sekolah memang Nugi sudah terkenal sebagai perempuan yang pintar, secara akademis maupun secara skill. Saat kuliah selesai, hampir semua  teman-teman Nugi sibuk melamar pekerjaan, namun Nugi justru sibuk memilih pekerjaan yang akan dipilihnya. Hal yang dibanggakan orang tuanya, saudara-sudaranya, tentu suaminya.
Tapi tak seperti yang diirikan oleh orang lain, Nugi justru merutuki dirinya kenapa harus terlahir sebagai perempuan yang pintar. Ia berpikir, jika ia tak terlahir pintar, pasti suaminya tidak memaksanya untuk terus mengembangkan potensinya. Tidak memaksanya untuk tetap bekerja sementara hatinya teriris perih setiap kali ingat Satu anaknya.
Sudah berulang kali Nugi meminta ijin pada suaminya untuk tidak bekerja, berkonsentrasi pada Satu dan keluarga. Secara materi, suaminya sudah lebih dari cukup bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga.. Tapi Suaminya menolak dengan alasan sayang terhadap potensi yang dimiliki Nugi. Suaminya ingin Nugi memiliki jabatan yang lebih agar bisa mengangkat derajat keluarga dimata keluarga besarnya.
Kata-kata serupa dengan yang didengar Nugi dikereta api pagi tadi entah sudah berapa kali ia dengar. Kenapa ketika perempuan bekerja, yang disalahkan hanya si perempuan saja. Tidak semua perempuan akan berteriak kegirangan ketika bekerja. Tidak semua perempuan bercita-cita untuk bekerja setinggi langit. Mungkin hatinya sebagai  perempuan justru ingin pulang. Menunggu suami pulang saat senja. Bukan menikmati senja di kereta api, seperti Nugi.

-Saya pasti pulang-

Selasa, 15 April 2014

SMS duplikasi dari As

Pada suatu malam, handphone saya bunyi "tut.. tut..". Saya yang jarang dapat sms (kasian amat) dengan penuh semangat yang menggebu membaca sms tersebut. Dari telkomsel. Tegangan semangat pun turun jadi 5 volt. 

Tapi tunggu dulu pemirsa, blogger sekalian.. Sms tersebut berbunyi : Untuk berlangganan sms duplikasi dari hp lain silahkan ketik.. bla bla bla. Heh? sms duplikasi? saya langsung googling. Dan yeah, ternyata sudah umum. Saya saja yang lambat dapat informasinya. Dan ini legal layanan dari telkomsel! LEGAL! Bagaimana bisa? dimana letak privasinya? kok bisa dengan gampangnya menyadap sms orang lain hanya dengan reg reg? Hah! Apa-apaan?



-Saya pasti pulang-

Kamis, 13 Maret 2014

Selasa, 11 Februari 2014

Dolanan Instagram

Instagram -Saya pasti pulang-

Selasa, 04 Februari 2014

Satu #E


 Lihat bola serius sekali. Uh so sweet. Like father like son.



















-Saya pasti pulang-

Terima Nasib.

Sudah terima nasib saja. Orang pendiam pasti galak, orang galak pasti lebih banyak salahnya . Pada suatu pagi di hari Minggu. Minggu yang su...