Kamis, 14 Juni 2012

Sepi

Hari ini hujan, sepi sempat berteman akrab dengan hujan. Dan tidak apa. Tidak ada masalah. Lantas kenapa hari ini hujan dan sepi yang bertemu jadi masalah? Sebuah masalah bagi sepi. Sebuah saja, tidak banyak-banyak tapi cukup membuat setiap kunyahan makan sepi agak tersedak.

Sepi lantas meruntuti, dari mana rupanya perasaan tidak nyaman yang membuatnya jadi bermasalah dengan hujan? Sedangkan sudah setahun belakangan, meskipun hujan, meskipun mendung, meskipun panas mentereng, sepi tetap tidak masalah, ia selalu bahagia, bukan perasaan tidak nyaman yang membuat tiap kunyahan makannya jadi tidak enak, jam tidurnya jadi tak nyenyak, dan yah yah perasaan sejenisnya. Yang kesemuanya sepi sebut sebagai tidak bahagia.

Sore ini juga sepi menyambangi si bebas, teman lamanya. Tapi meski teman lama, sepi tetap bebas bebas saja, tidak ada masalah apapun dalam kebebasan. Sepi punya waktu yang banyak untuk dirinya, sepi punya aktifitas yang sama seperti biasanya, tak ada yang bermasalah dengan kebebasan. Selanjutnya ia pergi ke tempat kehilangan, dan kehilangan bilang, ia tak menghilangkan apapun pada sepi, ia tak mengambil sedikitpun dari hidup sepi, sepi berlalu lagi, ia memang tak kehilangan apapun, jelas bukan kehilanganlah yang membuat ia tak bahagia akhir-akhir ini. Sepi mumet, jika ia masih memiliki kebebasan dan sama sekali tidak kehilangan apapun, lantas kenapa ia jadi sangat sensitif? Kenapa ia jadi banyak bermasalah? Kenapa? Usaha terakhir, Ia lalu pergi ke tempat bahagia, akan ia adukan semua yang ia rasa kenapa bahagia sekarang jauh-jauh darinya, biarlah langsung pada pointnya. Tidak usah bertele-tele.

Ditengah perjalanan menuju tempat bahagia, sepi bertemu anak kecil. Anak kecil itu ingusan, tak berbaju, tak pakai sandal, tapi bisa tertawa dibawah hujan, main lumpur, berlari-lari semaunya. Sepi melihat tawa anak itu sangat lepas sekali. Sepi ingin seperti itu lagi. Tanpa ia sadari, bahagia menepuknya dari belakang. Sepi kaget, namun lantas tersadar keinginannya jauh-jauh datang kemari. Maka ia adukan segala keluh kesahnya.

“Aku masih memiliki segalanya, bahkan hal paling vital yaitu kebebasan pun aku masih memilikinya, aku memiliki waktu yang banyak, memiliki teman-teman yang banyak, memiliki kegiatan yang banyak, memiliki cita-cita yang banyak. Tadinya, aku bahagia sekali, aku merasa dalam setiap waktu, entah itu pagi, entah itu siang, entah itu mendung, hujan, badai, aku jalani semua dengan berbahagia, tapi sekarang, ketika aku dapatkan lebih dari apa yang aku miliki dulu, ternyata aku malah tak bahagia, aku tak tenang, aku tak bahagia melakuan apapun, bahkan melakukan apa yang dulu membuat aku bahagia, kenapa aku ini?”

Bahagia tersenyum, “Apa kau tengah mencintai seseorang?”

“Iya, tapi ia orang yang benar, lurus, lempeng, tidak neko-neko, juga sangat baik, aku tak mungkin tak bahagia hanya karena aku mencintainya, ia juga memberikan aku kebebasan penuh padaku, ia memberi kepercayaannya padaku” kata sepi.

“Sekarang, semua perhatianmu tercurah untuk orang yang kau cintai, tidak lagi untuk hujan siang tadi, tidak lagi untuk makanan yang kau ingini, tidak lagi untuk tidur yang menjadi hobimu, tidak lagi untuk pekerjaan yang kau usahakan, bahkan tidak lagi untuk dirimu sendiri. Kau mulai tidak menikmati semua aktifitasmu, tidak lagi menikmati tiap detik yang Tuhan berikan kepadamu, karena yang kau tunggu hanya segala sesuatu yang berhubungan dengan orang yang kau cintai, sedangkan, belum tentu orang yang kau cintai punya cinta sebesar yang kau rasa”

Sepi terdiam. Bahagia melanjutkan.

“Kau ingat anak kecil tadi yang kau lihat? Kenapa ia bisa tertawa hanya dengan bermain lumpur? Hanya dengan bermain hujan? Sedangkan kau, memiliki semua yang kau punya tapi tak bahagia? Karena dimanapun kau berada, yang kau ingat adalah yang tak ada, atau bisa dibilang jarang-jarang ada, yaitu orang yang kau cintai. Apapun yang sedang kau lakukan, bahkan jika itu dulunya membuatmu bahagia, sekarang tidak lagi membahagiakan, kenapa? Karena hatimu tak berada ditempatnya, otakmu melalang buana menuju yang jarang-jarang ada. Seluruh hidupmu kau usahakan untuk mencintainya, Kau hanya bahagia ketika ia memperhatikanmu, membuatmu merasa ia juga mencintaimu dengan kadar yang sama, sedangkan itu jarang-jarang, maka jarang-jarang pulalah kau berbahagia”

Sepi diam. Ia membenarkan. Ia memang tak lagi punya ketotalan dalam segala hal. Baginya, perhatian dari orang yang ia cintai adalah oase dipadang pasir. Sayangnya, oase itu hanya kadang-kadang ada. Ia dulu sempat merasakan bahagia yang total apapun keadaannya, karena ia selalu total pada apapun yang ia kerjakan, ia tak pernah mengharapkan ada oase, ia hanya mengharapkan ridho dari Tuhan. Dan setiap kali masalah sebesar apapun datang, ketika jalan pulang dan harapan akhir adalah Tuhan, bereslah semua, tenanglah semua, dan yang paling penting, bahagialah semua.


Siang, 14 Juni 2012



-Saya pasti pulang-

2 komentar:

Terima Nasib.

Sudah terima nasib saja. Orang pendiam pasti galak, orang galak pasti lebih banyak salahnya . Pada suatu pagi di hari Minggu. Minggu yang su...